Tinggal menghintung hari saya akan punya adik tingkat lagi. Bukan apa-apa, hanya saja saya tidak ingin takabur kalau dianggap pertapa suci. Sebagai mahasiswa babak akhir yang tak segera diakhiri, saya sebenarnya sudah cukup lelah dengan keterkejutan muda-mudi maba (mahasiswa baru) ketika saya menyebut bilangan tak wajar dalam tingkatan semester.
Mereka yang bercita-cita menyelesaikan kuliah dalam delapan semester tentu terheran-heran mengetahui level studi saya jauh di atas itu. Daripada disebut terheran-heran, lebih tepatnya mereka ketakutan setengah mati kalau nasib mereka bakal seperti saya. Sebab, tidak jarang yang masuk jurusan saya itu muda-mudi salah jurusan. Sama-sama tahulah rasanya kuliah di jurusan yang tidak diinginkan dan akhirnya mencapai fase stuck tidak tahu mana ujungnya.
Bisa dibayangkan bagaimana muda-mudi maba dengan mata berbinar-binar menatap masa depan itu tiba-tiba saja syok melihat pertapa skripsi seperti saya. Seolah impian dan cita-cita indah mereka saya runtuhkan begitu saja. Pada tahap ini daripada disebut Grandmaster, saya kok malah jadi merasa seperti Valak ya.
Pengalaman saya sebagai pertapa skripsi cukup beragam. Saya sering dimintai wejangan oleh muda-mudi adik tingkat. Mulai dari tanya celah-celah dosen hingga bocoran tugas kuliah. Bahkan sesekali ada yang mengadu tatkala ac tidak nyala atau kunci ruangan ketlisut. Pengaduan yang terlalu asu untuk saya jawab itu kok ya kurang ajar tenan ya. Kalau nanti benar ada muda-mudi maba yang mengadu masalah listrik dan air ke saya, sudah pasti bakal tak kamehameha kavum orismu lho dek.
Tidak cukup dengan itu. Saya paling jengah kalau ada pertanyaan “kamu ngapain di sini, Mas?”. Sekilas kalimat tanya itu biasa saja, namun yang demikian memiliki makna yang sangat dalam bagi saya. Saya ini kan pertapa skripsi, tentu mahasiswa fana akan bingung kalau lihat saya keluar dari gua pertapaan. Pertanyaan yang seperti itu mengingatkan saya pada dua hal. Pertama, saya harus kembali ke gua petapaan agar skripsi segera selesai. Dan kedua, saya sudah tidak artsy lagi untuk ongkang-angking di kampus atau sebut saja terlalu pakdhe-pakdhe!
Meski demikian, sebagai seorang pertapa tentu saya harus arif dan bijaksana menyikapi muda-mudi adik tingkat yang maha polos itu. Misalnya dengan tidak mengajarkan dunia pertapaan kepada mereka yang masih terlalu hijau. Jika mental mereka belum siap, jangankan menjadi pertapa, baru setengah jalan belajar jadi pendekar pun mereka pasti tumbang alias DO.
Kampus adalah sebuah padepokan silat. Kamu bisa lulus dari sini dan menjadi pendekar (sarjana) hanya cukup dengan menuntaskan semua latihan dan ujian. Di akhir, kamu harus menciptakan sebuah jurus (skripsi). Jurus ini harus bagus dan kuat. Namun seringkali ada calon pendekar yang tergiur untuk memperdalam jurusnya bahkan menguasai ajian-ajian langit hingga menjadi seorang pertapa. Sebagai pendekar, kamu tidak perlu sampai menguasai ajian langit. Sebaiknya kamu segera selesaikan satu jurusmu saja. Jika ingin menjadi pertapa seperti saya ikutilah langkah yang benar dengan meneruskan kependekaran di jenjang berikutnya (S2).
Salam dari gua pertapaan. Doakan semoga jurus saya segera selesai.
Source pict: thegoodhuman.com
Mereka yang bercita-cita menyelesaikan kuliah dalam delapan semester tentu terheran-heran mengetahui level studi saya jauh di atas itu. Daripada disebut terheran-heran, lebih tepatnya mereka ketakutan setengah mati kalau nasib mereka bakal seperti saya. Sebab, tidak jarang yang masuk jurusan saya itu muda-mudi salah jurusan. Sama-sama tahulah rasanya kuliah di jurusan yang tidak diinginkan dan akhirnya mencapai fase stuck tidak tahu mana ujungnya.
Bisa dibayangkan bagaimana muda-mudi maba dengan mata berbinar-binar menatap masa depan itu tiba-tiba saja syok melihat pertapa skripsi seperti saya. Seolah impian dan cita-cita indah mereka saya runtuhkan begitu saja. Pada tahap ini daripada disebut Grandmaster, saya kok malah jadi merasa seperti Valak ya.
Pengalaman saya sebagai pertapa skripsi cukup beragam. Saya sering dimintai wejangan oleh muda-mudi adik tingkat. Mulai dari tanya celah-celah dosen hingga bocoran tugas kuliah. Bahkan sesekali ada yang mengadu tatkala ac tidak nyala atau kunci ruangan ketlisut. Pengaduan yang terlalu asu untuk saya jawab itu kok ya kurang ajar tenan ya. Kalau nanti benar ada muda-mudi maba yang mengadu masalah listrik dan air ke saya, sudah pasti bakal tak kamehameha kavum orismu lho dek.
Tidak cukup dengan itu. Saya paling jengah kalau ada pertanyaan “kamu ngapain di sini, Mas?”. Sekilas kalimat tanya itu biasa saja, namun yang demikian memiliki makna yang sangat dalam bagi saya. Saya ini kan pertapa skripsi, tentu mahasiswa fana akan bingung kalau lihat saya keluar dari gua pertapaan. Pertanyaan yang seperti itu mengingatkan saya pada dua hal. Pertama, saya harus kembali ke gua petapaan agar skripsi segera selesai. Dan kedua, saya sudah tidak artsy lagi untuk ongkang-angking di kampus atau sebut saja terlalu pakdhe-pakdhe!
Meski demikian, sebagai seorang pertapa tentu saya harus arif dan bijaksana menyikapi muda-mudi adik tingkat yang maha polos itu. Misalnya dengan tidak mengajarkan dunia pertapaan kepada mereka yang masih terlalu hijau. Jika mental mereka belum siap, jangankan menjadi pertapa, baru setengah jalan belajar jadi pendekar pun mereka pasti tumbang alias DO.
Kalau sedikit mengutip kata Sapardi sih lulus itu fana, yang abadi adalah skripsi. Yakin mau menapaki jejak ini? Huh!Maka dari itu wahai muda-mudi mahasiswa baru yang saya sayangi. Jangan coba-coba menapaki jejak langkah saya menjadi seorang pertapa skripsi. Sebab jalan ini begitu terjal dan tidak jelas di mana ujungnya. Sebelum kamu tersesat sebaiknya percayalah pada wejangan saya. Jangan mudah tergiur menguasai ajian langit yang sekilas terlihat hebat. Pada kenyataannya kesempurnaan skripsi tidak sereceh kesempurnaan cinta. Segera selesaikan dan tak usah berlagak idealis pengen jadi sakti. Boro-boro jadi sakti, yang ada malah jadi sesak di hati.
Kampus adalah sebuah padepokan silat. Kamu bisa lulus dari sini dan menjadi pendekar (sarjana) hanya cukup dengan menuntaskan semua latihan dan ujian. Di akhir, kamu harus menciptakan sebuah jurus (skripsi). Jurus ini harus bagus dan kuat. Namun seringkali ada calon pendekar yang tergiur untuk memperdalam jurusnya bahkan menguasai ajian-ajian langit hingga menjadi seorang pertapa. Sebagai pendekar, kamu tidak perlu sampai menguasai ajian langit. Sebaiknya kamu segera selesaikan satu jurusmu saja. Jika ingin menjadi pertapa seperti saya ikutilah langkah yang benar dengan meneruskan kependekaran di jenjang berikutnya (S2).
Salam dari gua pertapaan. Doakan semoga jurus saya segera selesai.
Source pict: thegoodhuman.com
Aku Maba nih kak, makasih wejangan bijaknya :D
BalasHapusWah, semangat ya buat S3 nya :)
Hapuswih tampilannya baruuuuuuuuuuuuuuu
BalasHapusYah baru tahu kau -___-
HapusWaduh, kavum oris. Ngeri abis itu dikamehameha. Semoga jurusnya cepet selesai dan menjadi sakti!
BalasHapusSiap boss!!
HapusBanyak2 lah tidur... biar cepat selesai kisanak!
BalasHapushahahaa...
Siyap kakanda.. hahaaha
HapusKuliah itu mirip seperti nikah. Nggak bisa coba-coba. Di nikah resikonya susah banget punya anak. Di kuliah resikonya susah banget lulusnya. :D (eh, ngomongin apa si aku ini?)
BalasHapusBerarti tingkatan tertinggi kalau bisa punya anak dan lulus dalam satu waktu nih.. XO XO
Hapusjadi, jurusan apa yang sedang ditempuh? akupun kuliah bukan mau sendiri, tapi keputusan harus diambil, resiko harus diterima, dan segera diakhiri. semangat kaaaaa. aku selalu semangatin kamuuuuuu
BalasHapusWuuuuu... Makaseeee :D
HapusBAHAHAHAHA BERJUANGLAH WAHAI PARA PEJUANG!
BalasHapusPANTANG PULANG SEBELUM SIDANG!
MERDEKA ATAU WISUDA! WISUDA!
TAHIK LO, MAS!! HAHAHAHAHA
HapusHahahhah istilahnya sadis, pertapa skripsi.... Saya juga lagi memperdalam jurus nih, selalu deg-degan tiap minggu dengan kata-kata progress.....
BalasHapusAsal gak sampai kebawa mimpi buruk aja sih :((
HapusAku bocahmu Kak.. *umpetin anak*
BalasHapusTapi beneran, wong di KK ku bahkan statusku masih Mahasiswa. Padahal anak udah dua. Pisss... Hahaha..