Usut punya usut, yang diakui UNESCO atas batik adalah budaya, tradisi, catatan sejarah, seni, bahkan nilai-nilai spritualnya. Pada zaman dulu, khususnya di tanah Jawa, batik selalu mengisi ruang-ruang kehidupan manusia. Bahkan ada yang menyatakan bahwa manusia lahir dengan batik, hidup dengan batik, dan mati dengan batik. Ya. Begitu lahir, sang bayi pasti digedong dengan batik. Lalu menjalani proses kehidupan dengan batik pula, seperti saat sepasaran, selapanan, ruwatan, khitanan, hajatan, dan seterusnya sampai manusia diantar ke tanah pekuburan pun dengan selembar kain batik.
Selain itu, proses pembatikannya juga memiliki makna, lho. Mulai dari nyanting (membuat rintang warna dengan lilin) sampai nglorod (melepas lilin di kain) merupakan simbol penyucian diri. Bahkan pada zaman Pakubuwono III, pembatikan dilakukan dengan melibatkan ritual puasa dan semedi (bertapa). Kain mori pun harus direndam 40 hari siang dan malam agar mendapatkan 'aura'.
Tidak hanya itu, setiap motif pada kain batik selalu memiliki fungsi dan arti. Bisa jadi sebuah cerita, petuah, simbol, dan doa. Sampai-sampai dosen saya dulu, Prof. Nanang Rizali, menyatakan bahwa bukan suatu kebetulan mengapa kata 'batik' jika dibaca secara terbalik akan menjadi 'kitab'. Yah, meski kita tahu bahwa batik berasal dari bahasa Jawa, mbat (melempar berkali-kali) dan tik (titik). Tapi ada pula yang menafsirkan batik sebagai akronim dari kata 'membuat titik'.
Telkom Craft Indonesia 2018
Nah, sekarang saya akan menceritakan pengalaman saya menemukan aneka batik di sebuah event keren di Jakarta.Pada 22-25 Maret 2018 lalu, di Hall A & B Jakarta Convention Center tengah berlangsung acara pameran UKM lokal bernama Telkom Craft Indonesia 2018. Ajang ini merupakan kesempatan bagi UKM asli Indonesia di berbagai daerah untuk bertemu dan memamerkan produknya kepada masyarakat.
Telkom Craft Indonesia begitu penting mengingat pertumbuhan UKM di negeri ini kian berkembang, baik kuantitas maupun kualitas. Sehingga eksistensi mereka patut diberi ruang agar pertumbuhan itu terus berlanjut. Maka tepat saja kiranya ajang ini bertajuk 'Local Heroes to Global Champions'.
Perhelatan ini merupakan program Rumah Kreatif BUMN yang bekerja sama dengan Telkom dan BLANJA.COM. Peserta yang hadir di sana ada dari UKM binaan BUMN yang terdiri dari tiga kategori, yaitu fashion, craft, dan food. Sajian acara yang disuguhkan pun tak kalah menarik, ada talkshow, workshop, pertunjukan tari daerah, fashion show, dan dimeriahkan pula oleh beberapa penyanyi seperti Judika, Once, Via Vallen, dan Gigi Band.
Kala itu saya datang di hari sabtu (24 Maret) bersama dengan kekasih, Pertiwi Yuliana. Baru beberapa langkah memasuki area pameran, kami langsung disambut dengan kopi gratis di booth #WarnetZamanNow. Tentu kami tidak melewatkan secangkir kopi itu. Dari situ kemudian saya tahu kalau Telkom menyediakan program Wifi Smartbisnis yang bisa kita manfaatkan untuk membuka tongkrongan berfasilitas wifi berkecepatan tinggi hingga 100 mbps dengan biaya yang sangat terjangkau.
Ini dia kedai #WarnetZamanNow |
Setelah itu kami berkeliling ke setiap penjuru Hall A dan B untuk memburu hal-hal keren. Ada banyak produk lokal yang menarik perhatian saya. Salah satunya booth kuliner yang menyuguhkan makanan ringan berupa kripik kulit pisang. Wow! Ini pertama kalinya saya tahu jika kulit pisang bisa dimakan! Hahaha.
Selain itu, booth yang menyajikan batik sepertinya merupakan produk paling dominan di Telkom Craft Indonesia 2018 ini. Setahu saya ada 26 exhibitors yang membuka lapak batik. Ya wajar saja, batik memang citra fashion lokal kita yang begitu populer selain tenun. Melihat aneka ragam batik itu, bagi saya pribadi rasanya seperti melihat kembali peradaban manusia Jawa. Sebagai orang Solo yang menggeluti pendidikan tekstil, batik adalah produk budaya yang begitu mengagumkan di mata saya.
Selain itu, booth yang menyajikan batik sepertinya merupakan produk paling dominan di Telkom Craft Indonesia 2018 ini. Setahu saya ada 26 exhibitors yang membuka lapak batik. Ya wajar saja, batik memang citra fashion lokal kita yang begitu populer selain tenun. Melihat aneka ragam batik itu, bagi saya pribadi rasanya seperti melihat kembali peradaban manusia Jawa. Sebagai orang Solo yang menggeluti pendidikan tekstil, batik adalah produk budaya yang begitu mengagumkan di mata saya.
Meet the Founders
Talkshow yang berjalan dengan khidmat |
Salah satu sesi acara yang tidak boleh dilewatkan adalah talkshow bersama para founder. Pada saat itu hadir Mas Yukka dari Bro.do dan Pak Mamo dari Salawase. Dilengkapi oleh Pak Aulia dari BLANJA.COM membuat bincang-bincang siang itu tak hanya inspiratif namun juga informatif.
Saya menangkap beberapa hal menarik, di antaranya ketika Pak Mamo menceritakan problematika produksinya. Salawase sendiri adalah brand lokal yang menjual aneka tas dengan bahan kulit yang diindahkan dengan sentuhan tekstil nusantara. Markas mereka berada di Solo, padahal target pasar mereka adalah kalangan menengah ke atas.
Saya rasa keputusan itu cukup berisiko mengingat kota Solo dikenal dengan 'apa-apa serba murah'. Hehehe. Sepengalaman saya 24 tahun tinggal di Solo membuat saya cukup pesimis terhadap keberlangsungan brand tersebut jika menetapkan target pasar yang memiliki jenjang perekonomian atas. Tapi ternyata masalah itu sudah teratasi. Pak Mamo berhasil memanfaatkan teknologi digital untuk melebarkan jangkauan pasarnya.
Selain itu, masalah lain yang dialami Pak Mamo juga pernah saya alami ketika masih duduk di bangku kuliah. Dulu saya kesulitan mencari material kulit di Solo untuk membuat tas. Lantas saya mendapat rekomendasi dari teman untuk mencari bahan kulit tersebut di Jogja. Syukurlah di Jogja ada pusat kerajinan kulit bahkan lengkap menyediakan penjahitnya. Pengalaman itu juga diakui oleh Pak Mamo sebagai solusi atas permasalahannya mencari material kulit dan tenaga jahit yang 'tidak ada' di Solo.
Hal menarik berikutnya datang dari brand sepatu ternama asal Bandung, Bro.do. Mas Yukka selaku founder Bro.do menceritakan sepak terjangnya merintis bisnis tersebut sejak kuliah. Hal yang saya kagumi dari Mak Yukka adalah kegigihan dan kecerdikannya membangun brand. Atas dedikasinya yang luar biasa itulah yang membuat produknya mendunia.
Lewat Mas Yukka tersebut, saya belajar juga bagaimana melayani konsumen setelah transaksi selesai. Ketika banyak toko online lain menerapkan sistem jual-putus, Mas Yukka justru berani ambil risiko untuk menerima kembali produk yang sudah diterima customer dan menggantinya dengan yang baru jika ukuran yang dipesan ternyata tidak cocok.
Pernah dengar kalimat, "Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar", tidak? Nah, Mas Yukka berani melakukan sebaliknya. Dan ternyata cara pelayanan seperti itu membuat pelanggan percaya pada Bro.do dan berhasil mengikat pelanggan untuk terus bertransaksi sebab pelanggan merasa terlindungi oleh kepercayaan tersebut.
Saya merasa beruntung bisa hadir di ajang ini. Banyak inspirasi dan informasi yang saya dapat. Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Pak Aulia dari BLANJA.COM mengenai komitmen BLANJA.COM sebagai e-comerse yang menaungi UKM dan produk-produk lokal. Lewat fasilitas digital, UKM diharapkan mampu melebarkan sayap ke pasar global. Untunglah saat ini Rumah Kreatif BUMN juga turut terlibat dalam memajukan UKM, mulai dari pelatihan, fasilitas, bahkan modal.
Transaksi yang digunakan dalam Telkom Craft Indonesia 2018 ini bisa melalui aplikasi BLANJA.COM yang tentunya menguntungkan karena tersedia banyak diskon di sana. Nah, jadi tidak perlu khawatir. Meski event ini sudah selesai, namun kita masih bisa memborong produk-produk UKM lewat BLANJA.COM. Cobalah! Siapa tahu sedang ada penawaran menarik.
Saya menangkap beberapa hal menarik, di antaranya ketika Pak Mamo menceritakan problematika produksinya. Salawase sendiri adalah brand lokal yang menjual aneka tas dengan bahan kulit yang diindahkan dengan sentuhan tekstil nusantara. Markas mereka berada di Solo, padahal target pasar mereka adalah kalangan menengah ke atas.
Saya rasa keputusan itu cukup berisiko mengingat kota Solo dikenal dengan 'apa-apa serba murah'. Hehehe. Sepengalaman saya 24 tahun tinggal di Solo membuat saya cukup pesimis terhadap keberlangsungan brand tersebut jika menetapkan target pasar yang memiliki jenjang perekonomian atas. Tapi ternyata masalah itu sudah teratasi. Pak Mamo berhasil memanfaatkan teknologi digital untuk melebarkan jangkauan pasarnya.
Selain itu, masalah lain yang dialami Pak Mamo juga pernah saya alami ketika masih duduk di bangku kuliah. Dulu saya kesulitan mencari material kulit di Solo untuk membuat tas. Lantas saya mendapat rekomendasi dari teman untuk mencari bahan kulit tersebut di Jogja. Syukurlah di Jogja ada pusat kerajinan kulit bahkan lengkap menyediakan penjahitnya. Pengalaman itu juga diakui oleh Pak Mamo sebagai solusi atas permasalahannya mencari material kulit dan tenaga jahit yang 'tidak ada' di Solo.
Hal menarik berikutnya datang dari brand sepatu ternama asal Bandung, Bro.do. Mas Yukka selaku founder Bro.do menceritakan sepak terjangnya merintis bisnis tersebut sejak kuliah. Hal yang saya kagumi dari Mak Yukka adalah kegigihan dan kecerdikannya membangun brand. Atas dedikasinya yang luar biasa itulah yang membuat produknya mendunia.
Lewat Mas Yukka tersebut, saya belajar juga bagaimana melayani konsumen setelah transaksi selesai. Ketika banyak toko online lain menerapkan sistem jual-putus, Mas Yukka justru berani ambil risiko untuk menerima kembali produk yang sudah diterima customer dan menggantinya dengan yang baru jika ukuran yang dipesan ternyata tidak cocok.
Pernah dengar kalimat, "Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar", tidak? Nah, Mas Yukka berani melakukan sebaliknya. Dan ternyata cara pelayanan seperti itu membuat pelanggan percaya pada Bro.do dan berhasil mengikat pelanggan untuk terus bertransaksi sebab pelanggan merasa terlindungi oleh kepercayaan tersebut.
Saya merasa beruntung bisa hadir di ajang ini. Banyak inspirasi dan informasi yang saya dapat. Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Pak Aulia dari BLANJA.COM mengenai komitmen BLANJA.COM sebagai e-comerse yang menaungi UKM dan produk-produk lokal. Lewat fasilitas digital, UKM diharapkan mampu melebarkan sayap ke pasar global. Untunglah saat ini Rumah Kreatif BUMN juga turut terlibat dalam memajukan UKM, mulai dari pelatihan, fasilitas, bahkan modal.
Transaksi yang digunakan dalam Telkom Craft Indonesia 2018 ini bisa melalui aplikasi BLANJA.COM yang tentunya menguntungkan karena tersedia banyak diskon di sana. Nah, jadi tidak perlu khawatir. Meski event ini sudah selesai, namun kita masih bisa memborong produk-produk UKM lewat BLANJA.COM. Cobalah! Siapa tahu sedang ada penawaran menarik.
Batik Esti Collection Solo dan Serba-serbi Batik
Booth Batik Esti Collection Solo |
Memang tak heran jika saya menemukan booth dari Solo yang menjual batik di Telkom Craft Indonesia 2018 . Meski awalnya saya kira bakal bertemu dengan Batik Danar Hadi maupun Batik Keris. Tapi setelah dipikir-pikir, dua perusahaan batik itu sudah cukup digdaya di pasar perbatikan. Sehingga ruang batik Solo diwakili oleh Batik Esti Collection.
Di booth ini, Ibu Esti lebih banyak menjual batik dalam bentuk kain panjang daripada baju. Mulai dari batik tulis hingga batik cap tersedia di sana. Sebagai UKM yang menaungi batik di Solo, lumrah jika koleksi yang ditawarkan cukup banyak. Bahkan motifnya pun sangat variatif. Layaknya batik asli Solo, warna yang melekat pada batik-batik koleksi Ibu Esti cenderung gelap dan kuat.
Batik Esti Collection menyediakan batik asli yang diproses dengan baik dan benar. Batik asli itu seperti apa, sih? Batik yang diproses menggunakan metode perintangan warna memakai lilin di atas kain itulah yang disebut dengan batik asli. Metode perintangan itu bisa melalui proses canting dan cap. Bahkan perintangan warna ini juga sudah bisa diproses dengan metode cetak saring (di masyarakat lebih dikenal dengan sebutan sablon).
Lho, bukannya memakai sablon itu justru menghasilkan batik imitasi?
Ya. Jika yang sablonnya berupa warna, maka bisa dipastikan produk batik yang dihasilkan itu abal-abal. Tapi yang saya maksud adalah menggunakan lilin sebagai bahan untuk disablon. Hal ini memungkinkan ketika ditemukannya material 'lilin dingin'. Selebihnya, proses pewarnaan batik tetap dilakukan layaknya batik tulis atau batik cap. Dulu, teknik ini sering saya pakai untuk mengejar deadline tugas kuliah ketika disuruh membuat batik. Sebab, meski pengerjaan jauh lebih cepat, hasil akhir produknya memiliki kualitas yang sama dengan batik tulis maupun batik cap.
Bagaimana sih cara membedakan batik asli dan batik imitasi?
Ada banyak cara, tapi bagi saya cara paling mudah adalah melalui proses identifikasi visual. Jika motif batik hanya terlihat jelas di satu sisi saja, maka batik tersebut merupakan batik imitasi. Sedangkan batik asli memiliki motif yang terlihat jelas di kedua sisinya.
Peristiwa ironis pernah terjadi ketika batik mulai berkembang secara global. Jadi saat batik Indonesia masih diproses menggunakan canting dan cap, di Belanda dan Swiss sudah membuatnya dengan teknik cetak atau sablon. Batik imitasi buatan Swiss memakai cat alizarin sintetis yang dicetak massal dan dijual bebas di Indonesia maupun di berbagai negara Afrika. Bahkan, mereka berani menggunakan nama Java Batik pada saat itu.
Bersyukur setelahnya Ir. Soekarno mengumpulkan para pengrajin batik hebat untuk membuat, mengembangkan, dan mematenkan Batik Nasional. Mereka yang diamanahi Bung Karno ini adalah KRT. Hardjonagoro, Iwan Tirta, dan Ibu Soed. Selain itu ada juga Asmoro Damais, Josephine Komara, Abdul Kadir Muhammad, dan keluarga Oei Soe Tjoen yang mewakili kalangan seniman, perancang, serta kolektor. Setelah melewati rentang yang cukup panjang, barulah pada tahun 2009 batik diakui secara resmi oleh dunia.
Membaca perjalanan batik memang sangat menyenangkan. Jadi jangan kira batik hanya sebatas produk kain semata. Lha wong UNESCO saja sudah mengakui kekayaan budaya batik lebih dari itu, lho.
Menghadiri Telkom Craft Indonesia 2018 terasa sangat menyenangkan bagi saya. Ada banyak hal yang lokal banget bisa diperoleh di sini. Sampai-sampai, sepulang dari ajang ini, saya tidak pernah berhenti memikirkan inovasi produk apa yang bisa saya buat.
Jika ada kesempatan untuk hadir kedua kalinya, saya pastikan bisa hadir kembali. Sudah gratis, banyak yang diperoleh pula. Sudah semacam surga dunia bagi para pecinta produk lokal, khususnya fashion, craft, dan food. Tema Local Heroes to Global Champions tahun ini saya harap bukan sekadar slogan. Tapi juga mampu menghantarkan eksistensi UKM kita ke pasar internasional.
Saya juga senang batik masih menjadi primadona di masyarakat kita. Setidaknya di mata dunia terlihat kompak, terlepas mengikuti sejarah dan serba-serbi batik itu sendiri atau tidak. Hehehe. Belajar batik itu seru, lho. Yuk, kita belajar bersama!
Terima kasih Rumah Kreatif BUMN, Telkom, dan BLANJA.COM yang telah menyelenggarakan acara keren seperti ini. Sampai jumpa lagi tahun depan. Sambil menunggu saat itu, belanja dulu ah di BLANJA.COM. Yuk!
Menghadiri Telkom Craft Indonesia 2018 terasa sangat menyenangkan bagi saya. Ada banyak hal yang lokal banget bisa diperoleh di sini. Sampai-sampai, sepulang dari ajang ini, saya tidak pernah berhenti memikirkan inovasi produk apa yang bisa saya buat.
Jika ada kesempatan untuk hadir kedua kalinya, saya pastikan bisa hadir kembali. Sudah gratis, banyak yang diperoleh pula. Sudah semacam surga dunia bagi para pecinta produk lokal, khususnya fashion, craft, dan food. Tema Local Heroes to Global Champions tahun ini saya harap bukan sekadar slogan. Tapi juga mampu menghantarkan eksistensi UKM kita ke pasar internasional.
Saya juga senang batik masih menjadi primadona di masyarakat kita. Setidaknya di mata dunia terlihat kompak, terlepas mengikuti sejarah dan serba-serbi batik itu sendiri atau tidak. Hehehe. Belajar batik itu seru, lho. Yuk, kita belajar bersama!
Terima kasih Rumah Kreatif BUMN, Telkom, dan BLANJA.COM yang telah menyelenggarakan acara keren seperti ini. Sampai jumpa lagi tahun depan. Sambil menunggu saat itu, belanja dulu ah di BLANJA.COM. Yuk!
Aku salah satu penggemar batik nih, batik itu bagus, bisa dimodif jadi bentuk gimana aja. Mau modern ok, klasik ok. BTW Bengkulu juga punya sejenis batik lho, namanya kain besurek
BalasHapusWuih iya pernah denger soal besurek,tapi masih sukar nyari buku yang secara mendalam membahas besurek :(
HapusWah cerita ttg batik seru trnyata ya, penuh makna didalamnya. Jadi ingat kalo ada keluarga lahiran dlu mamaku suka ngasih jarit atau kalo bahsa sundanya sinjang.
BalasHapusbudaya indonesia memang kaya ya
Wah baru tahu kalau namanya sinjang di Sunda. Ntap!
HapusIbu dan saudara-saudara sepupu kemarin ngadain acara bikin batik (mbatik) bareng di rumah.
BalasHapusSerruu dan ternyata gak mudah looh..
Makanya, kita (konsumen) sering sambat kalau harga batik mahal.
Ya harusnya mahal.
Cara dan prosesnya gak mudah.
Membutuhkan waktu lama.
Apalagi batik tulis, bukan cetakan.
Iya, mbak. SDM-nya juga nggak banyak. Jadi lumrah sih kalau batik itu mahal.
HapusMeski saya lebih seneng pakai pakaian casual, tapi kalau ada batik yang coraknya mengandung tradisi pasti beli.
BalasHapusWaaaahh juragan!! Hahaha. Mantap mas
HapusMbatik : ambat setitik setitik. Yang mahal memang prosesnya, dan worth it banget karena perlu ketelitian dan kesabaran ekstra. Sempat pengen belajar batik tapi belom ada waktu sampai sekarang hehe
BalasHapusNah, kan asal kata batik bisa banyak versinya hahaha. Cobalah mbak belajar mbatik. Siapa tau nagih
Hapusukm ukm indonesia sanhat kreatif bgt ya dalam.membuat sebuah karya batik dan diacara ini diperlihatkan betapa bagusnya karya mereka. semoga di support terus karya karya seperti ini supaya bisa terkenal
BalasHapusIyaa mas baik dari pemerintah maupun masyarakat perlu memberi support agar batik terus ada. Semua perlu berperan, jangan nunggu diakui bangsa asing dulu baru kebakaran jenggot. Tapi memang perlu dipelihara atas kesadaran dini.
HapusBicara tentang batik memang luas sekali ya cakupannya, bukan sekadar kain batik. Produk batik pun saat ini beraneka ragam bentuknya, enggak cuma pakaian. Suka banget baca-baca tentang batik gini. TFS ya :)
BalasHapusIya menurutku batik selalu menarik untuk dibicarakan. Hehehe
HapusKalau saya di sana, kayakanya bakalan muter-muter seharian, mupeng lihat batik-batiknya hihihi...
BalasHapusDan saya juga kagum sama Mak Yukka. Salut dengan kegigihan dan kecerdikannya membangun brand yang dia punya. Merintis dari zaman kuliah gitu, loh! Keren bangeet!
Kok jadi Mak Yukka? Wkwkw emak-emak brewokan dia ntar. Haha. Kuakui mas yukka memang pandai marketingnya. Strategi bisnis yang dia terapkan super jituu
Hapussaya juga paling senang kalau bepergian pake batik daripada kemeja biasa mas.. Tidak salah kalau UNESCO menetapkan Batik sebagai salah satu warisan dunia karena batik sekarang tidak hanya digunakan di Indonesia tapi juga di mancanegara. Bahkan KBRI di luar negeri juga menjadikan batik sebagai pakaian formal tiap hari kamis jumat loh mas
BalasHapusWooiyaa. Wong sekelas Nelson Mandela saja pakai batik Iwan Tirta pernah kok itu. Dahsyat memang.
HapusWah keren pamerannya. Walah jd yang mulai duluan pakai batik cap org asing to?
BalasHapusBagus ya program Telkom yang ini memajukan UKM2 di Indonesia. SUkses buat semuanya :D
Koreksi, bukan batik cap tapi batik jenis printing gitu sih. Cetak saring lebih tepatnya.
HapusCantik² ya batiknya. Harganya juga bersaing, teman² bilang yang ke sana, batik² di Telkom craft cantik semua. Mupeng iiih
BalasHapusApalagi ada diskon gede dari blanja.com, harga yang horor pun berubah jadi cantik. Wahaha makin mupeng pasti
HapusAku ngebayangin emakku kalau ada disini, pasti bahagia banget bisa melihat banyak koleksi batik sekaligus mempelajari patternnya. Pasti sibuk ngeborong dah hehehehe
BalasHapusWuii ngeborong terus buka butik wahaha mantappp
HapusBatik gak pernah mati dari jaman dulu ya.., malah makin kece..
BalasHapusKalo dulu untuk acara adat,kematian, perkawinan..dll
Sekarang batik bisa dijadikan berbagai model pakaian..
Iya nih berkat sumbangsih pak Iwan Tirta yang memperkenalkan aneka style pada batik sehingga kita bisa memakainya dalam bentuk busana modern.
HapusBatik sekarang kaya all people fave...aku juga suka batik cuma sayang kl dipake mulu. Secara harganya yahud
BalasHapusIya eman eman rasanya. Apalagi takut pudar warnanya. Hahaaha
HapusPantes ya kalo pakai batik yang ngasih mbah-mbah itu hawa mistisnya kuat banget, mungkin sudah melalui perendaman 40 hari juga puasa dan semedi. Heuheuuu
BalasHapusIya zaman dulu batik bisa jadi merupakan barang warisan yang tidak untuk dipakai. Fungsinya cuma diwariskan turun temurun dan selama masa itu cuma disimpen doang. Gimana gak mistis tuh lama lama hehehe
Hapuswah ada Mas Yukkka dari Brodo juga nih, pernah denger juga kisah beliau mendirikan Brodo. Sayang nih acara cuman di jakarta hihi
BalasHapusIya keren. Produk lokal tapi pengelolaan bisnisnya udah skala internasional. Gokil lah dia.
HapusMantul bener dah, tapi kalo soal batik sekarang banyak yang jual batik imitasi karena proses cepet harga murah dan di- "amin" kan oleh pembeli. Karna kebanyakan masyarakat kita lebih mementingkan kuantitas dibanding kualitas.
BalasHapusApresiasi dari masyarakat memang sudah sangat antusias tapi kasian juga sama pengrajin batik yang masih konsisten original tapi kalah bersaing.
Kita semua patut berbangga salah satu kain traditional Indonesia diakui oleh Unesco dan namanya makin mendunia.
BalasHapusAcara seperti ini wajib rutin digelar diberbagai kota, agar kain2 batik dan kain traditional lainnya ngga cuma berhenti memperoleh status atau gelar Unesco, tapi sepi produksi dan peminat.