Dengar-dengar,
manusia itu selalu tertarik dengan dunia dan seisinya. Maka maklum saja jika
manusia terus-menerus mempelajari materi bumi dan kehidupannya. Namun, ilmu
pengetahuan tidak diperoleh dengan kun
faya kun seperti Ian Kasela dengan soft
case emo di jidatnya. Pengetahuan didapat melalui proses belajar yang
sangat panjang. Bukan hanya dari jam pagi ke jam sore. Atau dari mantan satu ke
mantan yang lain. Tapi dari generasi ke generasi.
Mari kita
coba mundur jauh ke belakang sebelum peradaban manusia mengenal betapa
celakanya melakukan double tap saat kepo instagram mantan. Orang-orang zaman
dahulu sangat percaya dengan kekuatan Dewa yang menggerakkan alam raya dan
seisinya. Hal ini terjadi ketika mereka sukar menjelaskan fenomena alam yang
ada di sekitar. Sebut saja ketika terjadi gempa bumi, orang-orang menganggap
jika Dewa sedang menggoyangkan kepalanya sambil nyanyi ‘mama bolo-bolo’. Atau ketika muncul pelangi yang membentang dari
satu sisi ke sisi yang lain, dianggap sebagai pelorotan atau seluncuran malaikat-malaikat dan kali ini sambil
nyanyi: ‘Cintamu wes mlorot. Wes gek
ndang ayo pedot. Rasah nganggo ngotot. Marai utek cekot-cekot’.
Ketidakmampuan menemukan jawaban dari fenomena-fenomena itulah yang kemudian menginisiasi cara-cara berpikir mitosentris seperti contoh di atas.
Roda
kehidupan itu sudah pasti berputar. Maka terjadilah pola pikir mitosentris yang
bergeser menjadi logosentris ketika manusia mulai bisa menjelaskan kejadian demi kejadian, sebab dan akibat, dengan logis. Di sinilah perkenalan manusia
dengan filsafat. Fenomena alam tidak lagi dianggap sebagai gerak-gerik ghaib,
tetapi merupakan aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Meski
sederhana, namun implikasinya tidak main-main. Alam yang selama ini ditakuti
karena kebesaran dan kemisteriusannya, kini tidak lagi dijauhi tapi justru
didekati, dipelajari, bahkan dieksploitasi.
Hal inilah
yang saya dapatkan ketika menyaksikan film Spectral.
Film besutan Nic Mathieu yang mengambil genre
sci-fi, action, dan thriller ini bagi saya bukan sekadar
pertunjukan tembak-menembak. Akan tetapi ada perjalanan tasawuf yang tersirat secara
diam-diam. Basingse, diriku kemaki tenan,
ndes.
Spectral secara sewenang-wenang menempatkan penonton
dalam situasi tegang sejak menit pertama. Gelimpangan mayat di kota yang hancur
lebur menjadi sajian estetis yang begitu kuat untuk menggambarkan nuansa
peperangan. Kemudian kita diajak untuk berjalan pelan-pelan di medan
pertempuran Modolva melalui sudut pandang Davis, satu-satunya yang bernapas
dalam scene itu.
Coba kau pikirkan, kau renungkan, dan tanyalah pada bintang-bintang. Apa tidak semriwing keteknya Mas Davis ini? Bengi-bengi jalan sendirian di antara mayat-mayat. Mbok wes tenguk-tenguk ning omah nonton Dunia Terbalik lak yo puenak, ndes.
Coba kau pikirkan, kau renungkan, dan tanyalah pada bintang-bintang. Apa tidak semriwing keteknya Mas Davis ini? Bengi-bengi jalan sendirian di antara mayat-mayat. Mbok wes tenguk-tenguk ning omah nonton Dunia Terbalik lak yo puenak, ndes.
Nah, ketika Mas
Davis memasuki sebuah ruangan, kacamata hyperspectral
menangkap sebuah penampakan visual yang tak wajar. Untuk memastikan hal itu Mas
Davis membuka kacamata hyperspectal yang
bisa mendeteksi panas. Nihil. Mata telanjangnya tidak melihat apa-apa. Lalu
kembalilah dia memakainya. Seketika itu, ada semacam selaput tipis dengan
bentuk menyerupai manusia yang berdiri di depannya. Lalu, makjegagik sesuatu yang aneh itu menyambar tubuh Mas Davis.
Mas Davis matek.
Battlefield. Sumber: conceptartworld.com |
Scene mukadimah di atas secara sederhana telah menunjukkan
kepada khalayak tentang setting peperangan
yang mencekam. Dan kita diperkenalkan pula dengan musuh yang akan diburu
sepanjang film, the spectral (hantu/memedi).
Melihat
kejadian yang tidak wajar tersebut, Jendral Orland dari DARPA memanggil Dr.
Clyne ke Eropa Timur untuk melakukan analisis. Dr. Clyne adalah seorang fisikawan
sekaligus teknisi yang telah berpengalaman membuat alat-alat canggih untuk
keperluan perang. Salah satunya kacamata yang digunakan untuk melihat dalam
kegelapan, bahkan kini benda itu bisa melihat hantu dan stalker instagram.
Peristiwa naas yang menimpa Mas Davis memang perlu mendapat perhatian khusus.
Sebab sejauh ini, penampakan asing terlihat
pada jarak terdekat melalui kacamata hyperspectral
yang dipakai Mas Davis.
Pelajaran
menarik terjadi ketika Dr. Clyne usai menonton tayangan video yang
memperlihatkan penampakan itu. Wanita bernama Fran yang merupakan agen CIA
memaparkan hipotesisnya tentang kemungkinan teknologi kamlufase yang dipakai
para pemberontak. Sementara Dr. Clyne masih enggan berteori apa-apa karena data
yang dimiliki belum cukup.
“Pekerja teknisimu adalah menemukan gangguan, jadi ia melihat gangguan. Pekerjaanmu (Fran) adalah menemukan musuh, jadi kau melihat musuh. Penduduk lokal percaya dengan roh, jadi mereka melihat roh. Satu orang terbiaskan satu cara atau yang lain. Jadi, jawabanku untukmu sekarang adalah bahwa kita kekurangan data untuk mendukung teori apapun." - Dr. Clyne
Lalu Fran
bertanya, “Jadi apa yang bisa kita lakukan saat ini?” Dengan tampang serius Dr.
Clyne menjawab, “Kita stalking hastag
#AdaHantuDiMoldova dulu saja. Barangkali ada petunjuk lain.” Fran lekas
merapikan berkas-berkas yang berserakan di meja sambil bilang:
Budhe Fran dengan typo yang menawan. Sumber: movieholichub.com |
Dr. Clyne
merupakan cerminan dari masyarakat kekinian maju yang tidak berani terjebak
dengan tuduhan-tuduhan yang tak berdasar. Ia juga menjadi bukti produk akademis
yang selalu mencari jawaban dengan definisi-definisi. Sesuatu yang asing dan
samar-samar seringkali membuat manusia mencari-cari sendiri definisinya. CIA
yang pekerjaannya memang berkutat dengan hal-hal taktis, sudah pasti langsung
menaruh curiga terhadap musuh (pemberontak). Bahkan CIA pun mulai berasumsi
dengan teknologi canggih setelah sebelumnya mereka menemukan beberapa kelompok
di Eropa dan Asia yang bisa membuat kamlufse aktif.
Berbeda
halnya dengan penduduk setempat yang lebih mempercayai keberadaan roh
peperangan, Aratere. Masyarakat yang
berada di medan pertempuran merasa ngeri dengan kematian massal di berbagai
sudut kota. Kengerian itu menciptakan takhayul seputar roh Aratere. Menurut salah seorang anak dari penduduk setempat yang
selamat, Bogdan, menceritakan bahwa Aratere
adalah jiwa-jiwa yang tersesat. Para tentara yang mati dalam perang tidak
memiliki kedamaian dalam jiwa mereka, sehingga arwahnya melayang-layang di
antara hidup dan mati.
Serius tenan, ndes. Sepertinya agak bergetar ini.
Sepanjang
film, kita akan mengikuti langkah demi langkah bagaimana Dr. Clyne mencari
data-data empirik untuk menemukan jawaban. Ya. Mau tidak mau ia harus turun ke medan
perang.
Langkah
pertama yang ia ambil adalah dengan memasang kamera hyperspectral yang lebih canggih daripada versi kacamata. Perangkat
kamera seukuran guling itu dipasang di atap mobil patroli. Namun, ketika
menelusuri kota, para hantu tiba-tiba menyerang pasukan patroli sampai membuat
mobil yang mereka tumpangi terjungkal.
Beberapa tentara yang turut dalam misi itu terenggut nyawanya dengan sangat
cepat dan misterius. Sementara Dr.Clyne justru nekat membopong kameranya meski
lebih mudah baginya jika bergegas melarikan diri tanpa kamera itu.
Beberapa
orang yang selamat termasuk Dr.Clyne bersembunyi di dalam sebuah gedung yang
separuh hancur. Di dalam gedung itu mereka bertemu dengan dua anak yang
merupakan penduduk Modolva. Dari
merekalah Dr. Clayne menyadari jika para hantu lemah terhadap serbuk besi.
Buktinya para hantu tidak bisa memasuki gedung itu karena ada serbuk besi yang disebar
melingkari gedung. Hal ini membuat saya ingin
nebar serbuk besi di depan ruang ujian. Ben
pengawase mlebu lewat jendelo koyo Jackie Chan. Hyaaa.
Mengetahui
kelemahan itulah Dr. Clyne mempertajam pikirannya untuk menemukan definisi dari
makhluk itu. Yang jelas makhluk itu bukan arwah gentayangan karena mereka masih
terganggu dengan benda duniawi. Kedua, mereka bukan teknologi kamlufase seperti
teori CIA. Sebab jika itu hanya kostum saja maka mudah bagi para hantu untuk
melewati serbuk besi, misal dengan mengendari mobil. Ketiga, Dr. Clyne pun
menduga mereka bukanlah para mantan. Mau bagaimana lagi? Kalau mau menghalau
mantan ya jangan nyebar serbuk besi. Tapi nyebar undangan resepsi. Gitu.
Namanya juga
film. Kalau tidak ada perlawanan ya bukan film, tapi nasibmu yang ditinggal
nikah. Para tentara yang uring-uringan karena senjata mereka sama sekali tidak
mempan untuk melumpuhkan para hantu,
akhirnya mendapat pencerahan dari Dr. Clyne. Ahli pembuat senjata itu menemukan
banyak material serbuk besi di dalam gudang. Maka tercetuslah ide untuk membuat
senjata dadakan, di gedung, lima ratusan, halal.
Berbekal
granat enyoy-enyoy, mereka keluar
dari gedung menuju titik penjemputan. Pertempuran mistik pun tidak dapat
terelakkan. Situasi semakin menegang dan terlihat sedikit gurih dari
sebelumnya. Terutama ketika mereka mulai kehabisan stok granat enyoy-enyoy. Asyu, aku beneran
membayangkan pas perang begitu di depan Toko Plastik Eka Sari ada orang jualan
granat dadakan pakai mobil pick up.
Di sekitar mobil tentu sudah ditaburi serbuk-serbuk besi sehingga hantu-hantu
tidak bisa menyerang. Gimana? Laris ketoke.
Jadi, makhluk
asing itu sebenarnya apa?
Dr. Clyne
menemukan beberapa data. Pertama, hantu itu bisa terhambat gerakkannya dengan
serbuk besi. Kedua, hantu itu terlihat oleh cahaya. Ketiga, mereka membunuh
dengan sentuhan. Keempat, mereka juga tidak bisa menembus tank M1 Abrams yang
dilapisi keramik. Data-data itu menunjukkan jika mereka bukan makhluk alami.
Melalui
rujukan terhadap teori yang pernah dikemukakan Nath Bose dan Albert Einstein,
Dr. Clyne menduga jika makhluk itu hanyalah kondensat semata. Untuk membuat
Bose-Einstein Condensate diperlukan tenaga yang sangat besar dan banyak. Fran
langsung menimpali analisis itu dengan memberi salah satu hasil investigasinya,
yaitu tempat pembangkit listrik bernama Masarov serta data tentang milyaran
uang negara yang dihabiskan untuk penelitian senjata.
Ilustrasi kondensat yang berbentuk menyerupai manusia. Sumber: conceptartworld.com |
Intinya,
hantu-hantu itu adalah senjata yang dibuat manusia.
Jika para
hantu merupakan buatan industri, maka mereka pasti memiliki perintah yang
terstruktur. Mereka tentu tunduk pada hukum-hukum alam. Jadi, mereka bisa
dihancurkan. Yang tidak bisa dihancurkan itu cuma cintaku padanya. Eaaa.
Ketika
menemukan definisi yang jelas tentang para hantu, Dr. Clyne kembali mengusulkan
pembuatan senjata baru. Yaitu plasmic-discharge
yang dipercaya bisa mengurai kondensat. Maka dibuatlah senjata itu dengan
benda-benda apapun yang berkaitan dengan optik, elektronik, casing balistik,
dan sebagainya. Anjur, Dr.Clyne ini ciamik bingit, ndes.
Saking ciamiknya, senjata yang dibuat dari uraian barang-barang lain itu memiliki bentuk yang estetis layaknya produk bikinan pabrik. Padahal buat nemu mur dan baut yang cocok saja tidak mudah. Lha kok ini bisa bongkar pasang aneka produk buat bikin satu set senjata khusus. Oiya, namanya saja science fiction.
Saking ciamiknya, senjata yang dibuat dari uraian barang-barang lain itu memiliki bentuk yang estetis layaknya produk bikinan pabrik. Padahal buat nemu mur dan baut yang cocok saja tidak mudah. Lha kok ini bisa bongkar pasang aneka produk buat bikin satu set senjata khusus. Oiya, namanya saja science fiction.
Satu misteri
belum terpecahkan. Yaitu bagaimana kondensat tersebut bisa bergerak layaknya
manusia. Satu-satunya cara untuk menemukan jawaban terakhir ini adalah dengan
mendatangi langsung pusat produksinya, Masarov. Pun Dr. Clyne meyakini jika di
Masarov itulah pusat komando berada. Sehingga untuk menghentikan serangan para
hantu, Dr. Clyne dan bala tentara harus menghancurkan sumbernya.
Secara
keseluruhan film ini sangat menarik. Premisnya sederhana dan dikerjakan dengan
fokus. Tidak ada bumbu-bumbu drama cinta. Militer ya militer saja. Sains ya
sains saja gitu. Kalau urusan drama percintaan itu sudah ranahnya Giorgino
Abraham dan Irish Bella soalnya.
Barangkali
orang yang menggeluti fisika akan menyukai film ini. Seperti Interstellar begitulah.
Banyak istilah-istilah sains yang bagi orang awam seperti saya tidak
memahaminya. Namun hal itu tidak mempengaruhi substansi pada film ini. Toh saya
tetap mudeng film ini berjalan ke
arah mana.
Atau sebut
saja film-film macam The Martian, Inception, Predestination, Ex Machina dan
lain sebagainya memang bisa dinikmati oleh banyak orang. Akan tetapi menjadi
makin menarik ketika si penonton sendiri sudah mengetahui dengan teori-teori
yang dibawakan di dalam film-film itu. Rasanya seperti pas denger khutbah jumat
lalu nyeletuk, “gue tahu nih hadist parawinya siapa.” Ndasee..
Salah satu
alasan saya menyukai film ya yang seperti ini. Seringkali menemukan kecantikan
dari gagasan-gagasan yang ditawarkan di dalam film. Kalau dari film Spectral ya
perihal pengklarifikasian sebuah nilai kebenaran misalnya. Dr. Clyne saja
sampai sebegitunya mencari sebuah definisi dari ketidaktahuan. Hla kok kita
sudah merasa cendekia cuma berbekal satu atau dua brodkesan di wassap. Lak yo hoaxable bingit, kan?
Okey saya
rasa sudah cukup ngoceh-ngocehin film kali ini. Spectral bagus. Dari satu
sampai sepuluh, saya kasih delapan koma enam ratus tiga puluh satu ribu rupiah
buat rating film ini. Anjur malah koyo cek. Semoga bisa
menjadi rujukan yang pas untuk ditonton akhir pekan ini.
Eits, mau
nonton film harus nunggu akhri pekan dulu? Gak zaman. Sekarangkan sudah ada
HOOQ. Apa itu HOOQ? Yuk, simak klarifikasinya di sini. Sampai jumpa.
Tai kucing, ketek semriwing wakakakak!
BalasHapusAku mau pinjam kacamatanya Dr. Clyne dong. Mau liat siapa aja yang suka kepo Instagramku yang tak seberapa itu.
BHAHAHAK CANGKEMMU, LHO, HAM! Dr. Clyne ndak ada elegan-elegannya di percakapan itu.
Menghalau mantan dengan nyebar undangan resepsi patut dicoba, Bung! XD
Sempet ya iklan postingan lombanya, leh ugha lau hahaha jangan ngiklan aja, itu catatan yang dikasih soal partikel "pun" coba dibaca lagi.
Ini lumayan beda dari draft awal yang serius-banget-gue-pusing-bacanya. Wakakaka.
Anjuuuur. Komen reaction! Btw, tenang saja. Ndak ada yang kepo instragrammu kok. Daya tarik yang patut dikepoin darimu cuma tum..peng. Ya. Tumpeng buram. Anjer apaan sih joke internal ini. Hahahak
HapusThank you editor! Draft pertama aje gile seriusnya kek muka orang yang baca Ekur dan Tere Liye dalam satu waktu.
Senjata lima ratusan dan halal itu apa dah? Taaee! :))
BalasHapusGue baru tahu kalau ada hantu yang takut serbuk besi. Kirain takutnya bambu kuning. Eh, itu mah Kolor Ijo, yak.
Oh, jadi ini sama musinginnya dan bikin mikir kayak Interstellar gitu, Ham? Banyak bahasa ilmiah yang bikin jidat mengkerut gak filmnya? Wqwq.
sci-fi yak, entah kenapa otak lagi berat mencerna yang dikit ruwet hiks kak rikwes film-film ringan dong ripiunyaa....
BalasHapus